Dalam acara sekira dua jam itu, dibeberkan kilas balik mengapa nabi kita tercinta itu memilih berbisnis sebelum periode kenabian beliau. Ada setidaknya empat faktor, menurut pembicara, yaitu: geografis jazirah Arab, ekonomi, keturunan, dan pengaruh mantan majikan atau calon istri (yang memang saudagar besar).
Dengan prinsipnya yang benar, Muhammad akhirnya meraih sukses besar, bahkan sebelum beliau menikahi Siti Khadijah. Bayangkan, maharnya saja 20 ekor unta! Ada yang bilang 200, bahkan 1.000 ekor. Yang jelas, jika harga seekor unta saat ini 40 juta, hitunglah sendiri berapa mahar pernikahan tersebut.
Semua itu merupakan “efek samping” dari jalan bisnis yang penuh keberkahan yang beliau tempuh. Maka bukan tidak mungkin, bila meniru cara itu, kita akan meraih hasil yang sama. Mungkin tidak selalu materi yang berlimpah, tetapi bentuk-bentuk keberkahan yang lain, seperti hati yang tenang, keluarga yang jauh dari masalah, kesehatan, kebahagiaan, dan lain-lain.
Sekarang, bagaimana meniru cara bisnis Rasulullah? Menurut Ustaz Salim, ada delapan hal yang patut kita teladani sebagai pelaku bisnis:
- Sifat jujur. Barang bagus, katakan di mana bagusnya. Barang cacat, katakan di mana cacatnya.
- Sifat amanah. Jika investor memercayakan barang atau uangnya, harus jelas laporannya. Harus kita penuhi janji-janji kita.
- Kompeten. Apa gunanya jujur dan amanah bila kita tidak tahu apa-apa dalam memberi manfaat bagi pembeli atau investor?
- Tidak dharar. Maksudnya, menzalimi.
- Tidak gharar (samar penjualnya, spek jualannya, harganya, delivery-nya).
- Tidak ihtikar atau menimbun. Kebiasaan menimbun untuk menunggu barang menjadi langka dan harganya naik ini tidak disukai Rasulullah.
- Tidak ghab (meninggikan harga) dan tadlis (menipu).
- Saling meguntungkan, baik antara pembeli, penjual, pegawai, maupun investor.
Untuk penjelasan lebih detail tentang bisnis ala Rasulullah bisa Sohib Solutif baca di artikel Pebisnis Ulung Itu Bernama Muhammad.
Yang menarik, sebagai penutup kajian, Ustaz Salim mewanti-wanti bahwa tujuan bisnis adalah rida Allah, bukan uang atau harta. Sebab pada yaumul akhir, orang yang memiliki banyak harta itu ibarat orang yang banyak belanja di supermarket. Mendorong trolinya repot dan penghitungan di kasirnya pasti lama.
Apakah Anda siap, dunia-akhirat, untuk menjadi pebisnis sukses, Sohib Solutif?
- Foto: Brahmanto Abu Hanifa