“Duit-duitku sendiri, terserah aku mau merokok atau nggak! Lagian, ini membantu pajak negara juga, kan! Polusi udara? Tuh, kendaraan bermotor dan asap pabrik tuh yang lebih banyak dan bahaya polusinya! Kok kamu nggak protes ke sana? Kok masih mau bilang merokok lebih merusak kesehatan? Atau, kamu mau nantang aku lomba lari? Ayo, kita buktikan siapa yang lebih sehat!”
Biasanya, begitulah dalih para perokok kalau diingatkan. Ya, kata-katanya memang benar. Tetapi dia lupa satu hal: dia egois. Tidak mempertimbangkan orang-orang yang muak mencium asap rokoknya dan jadi perokok pasif.
Jika kita semua mau berpikir maju, lihatlah negara-negara maju. Di sana, para perokok semakin dibatasi kebebasannya. Bahkan bukan hanya individu perokoknya, perusahaannya pun semakin digerus ruang geraknya. Spot iklannya di media terus dibatasi, pajaknya terus dinaikkan, dan sebagainya.
Pendeknya, Sohib Solutif, mereka “dimusuhi”! Zaman koboi-koboian yang mencitrakan bahwa pria perokok itu macho dan gagah sudah berakhir. Relakanlah itu sebagai masa lalu kita. Ayo, move on!
Hukum Merokok Menurut Islam
Masyarakat Islam telah mengenal rokok sejak akhir abad 10 H. Menurut Erwandi Tarmizi dalam bukunya, Harta Haram Muamalat Kontemporer, barang beracun ini awalnya disebarkan oleh pedagang-pedagang Spanyol.Para ulama berbeda pendapat soal hukum mengisap rokok. Ulama yang membolehkan berpendapat bahwa tidak ada dalil Alquran maupun Hadis yang melarangnya. Dasarnya, memang segala sesuatu itu dihukumi mubah, kecuali bila ada larangan.
Sementara, ulama yang memakruhkan berpendapat bahwa rokok sebenarnya baik-baik saja, tetapi membuat tubuh pemakainya bau. Itulah mengapa rokok sangat dianjurkan untuk ditinggalkan.
Sedangkan ulama yang mengharamkan berpendapat bahwa keburukan rokok bukan saja baunya, melainkan juga zatnya dan pengaruhnya terhadap tubuh si perokok. Dunia kedokteran sudah banyak membuktikan ini.
Bila ada antitesis dari itu, bahwa ternyata ada orang mencapai usia ratusan tahun padahal sejak remaja dia perokok aktif, itu harusnya dipandang sebagai anomali belaka. Jangan dijadikan patokan. Sebab, peluang terjadinya mungkin satu banding seribu. Dokter manapun insyaallah pasti sepakat, “Merokok ya membunuhmu (lebih cepat)!”
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan.” (QS. Al Baqarah:195)Bayangkan, menurut sebuah penelitian, sebatang rokok mengandung 68.000 jenis racun! Perintah Alquran sudah jelas, jangan membinasakan dirimu.
Apalagi bila kebinasaan itu juga berdampak terhadap orang lain di sekitarnya. “Jangan berbuat sesuatu yang mengakibatkan mudarat bagi orang lain, baik permulaan maupun balasan.” (HR. Ibnu Majah, disahihkan oleh Al-Albani)
Maka sudah tepatlah bila banyak lembaga fatwa dunia mengharamkan rokok, termasuk MUI. Bahkan Dewan Fatwa Arab Saudi mendetailkannya dalam pernyataan fatwa nomor 4947: “Merokok, menanam bahan bakunya (tembakau), dan memperdagangkannya adalah haram. Karena rokok menyebabkan bahaya yang begitu besar.”
Jelas, Sohib Solutif?
Tip Berhenti Merokok
Berhenti merokok itu hanya berhasil dengan dua cara. Pertama, karena terpaksa. Kasarnya, kita sakit keras, lalu dokter memeringatkan, “Anda bisa meninggal lebih cepat kalau tidak segera berhenti merokok!” Ini manjur sekali. Banyak kawan-kawan yang berhenti merokok karena kepepet seperti ini.Namun, daripada terpaksa begitu, mending gunakan cara kedua: Niat yang kuat. “Innamal a’malu binniyat.” (HR. Bukhari dan Muslim). Ya, semua amal tergantung niatnya. Jadi….
- Berniatlah kuat-kuat untuk meninggalkan rokok. Jadikan rida Allah sebagai motivasi terkuat. Pastikan orang-orang terdekat (terutama mereka yang bukan perokok) tahu niat Anda ini, sehingga bisa ikut mengingatkan ketika Anda mulai menyimpang.
- Ganti kebiasaan merokok. Bila dulu, misalnya, Anda sering merokok setelah makan, sekarang stop! Habis makan mulut asem, cari alternatif pengganti, seperti permen, buah, atau lainnya. Atau tidak harus makanan, beraktivitas fisik atau olahraga pun bisa mengalihkan perhatian kita dari rokok.
- Jauhi para perokok. Pilih nongkrong dengan teman-teman yang tidak merokok. Bukan memusuhi teman-teman perokok, tetapi menghindari melihat kebiasaan mudarat mereka, terutama pada saat-saat istirahat, menganggur, atau mengobrol bebas.
- Hitung pengeluaran di akhir pekan. Anda akan semakin bersemangat melihat jumlah uang yang berhasil Anda hemat tanpa membeli rokok. Percayalah.
Di Samping Itu, Apa Untungnya Merokok?
Kalau Anda berpikir kesehatan perokok pasif lebih berisiko (karena itu Anda memilih jadi perokok aktif), memangnya Anda bisa menjadi perokok aktif tanpa menjadi perokok pasif?Kalau Anda berpikir rokok itu seperti makanan herbal yang sehat-sehat saja, mengapa tidak ada keterangan masa kadaluarsa dalam bungkus rokok?
Kalau Anda berpikir rokok itu baik-baik saja, mengapa Anda tidak biasakan saja istri atau anak-anak Anda merokok? Kan guyup dan gayeng bila sekeluarga kompak merokok bareng di rumah?
Kalau Anda berpikir, kasihan petani tembakau yang menganggur dan buruh pabrik rokok yang akan di-PHK bila omzet rokok menurun, berarti Anda meremehkan Allah Sang Mahakaya dan Maha Pemberi Rezeki. Memangnya rezeki hanya ada di industri rokok?
Lagi pula, apakah dengan alasan itu, Anda juga akan mempertahankan prostitusi (kasihan pelacurnya dan mucikarinya kalau menganggur)? Mendukung pedagang ganja (kasihan mereka jadi pengangguran kalau digerebek)? Membiarkan koruptor (anak-istri mereka makan apa kalau ditangkap KPK)?
Sumbangsih produsen rokok terhadap negara memang besar, dalam bentuk pajak maupun penyediaan lapangan kerja. Namun kerugian kesehatan yang mereka timbulkan untuk masyarakat jauh lebih besar.
Dan ingat, secara langsung maupun tak langsung, merekalah yang memfasilitasi budaya membakar dan mengisap barang haram sepanjang 7-10 sentimeter itu.
Namun, memprotes mereka akan sia-sia. Menggugat mereka juga tidak bijak, karena mereka adalah perusahaan legal. Maka mulai saja dari diri sendiri. Niatkan dalam-dalam, ini saatnya untuk berhenti merokok!
- Penulis: Brahmanto Abu Hanifa