Ada kalanya, kita frustrasi dengan buah hati kita sendiri. Rasa-rasanya, kita sudah maksimal mencontohkan perilaku yang baik-baik, mereka juga diberi makan yang halal-halal, tetapi mengapa kenakalan mereka seperti semakin menjadi-jadi? Di manakah salahnya?
Yang perlu kita lakukan pada saat-saat tersebut adalah introspeksi lebih dalam, Sohib Solutif. Misalnya, tanyakan kepada diri kita sendiri, benarkah kita telah:
- Menafkahi mereka dengan halal? Baik secara zatnya maupun cara memperolehnya?
- Memberi teladan yang baik dalam sehari-harinya? Jangan-jangan kita hanya merasa, tetapi faktanya mereka berjalan sendiri-sendiri tanpa bimbingan kita.
- Ada waktu buat mereka? Beberapa kenakalan putra-putri kita bisa disebabkan sekadar karena mereka mencari perhatian (kepada kita yang terlalu sibuk mencari materi). Maka akrabilah mereka. Orang yang akrab takkan tega untuk saling melukai, bukan?
- Tidak pernah keceplosan mendoakan keburukan? Doa orang tua, terutama ibu, itu manjur. Coba ingat-ingat, mungkin suatu saat saking jengkelnya, Anda pernah menghardiknya, “Oooh, anak nggak tahu aturan! Kalau gini terus, hidupmu bakal nggak karu-karuan selamanya!” Naudzubillah… bayangkan kalau sumpah itu dikabulkan oleh Allah.
- Mendoakannya setiap hari? Ketika tahu doa orang tua mujarab bagi si anak, kenapa kita tidak menyelipkan doa-doa untuk kebaikan si buah hati? Kenapa bibir kita selalu basah dengan doa-doa minta rezeki, kelancaran urusan kita, dan kesehatan kita sendiri, tetapi tidak pernah bersungguh-sungguh mendoakan anak-anak supaya menjadi saleh-salihah?
- Memperlakukan orang tua kita sendiri dengan baik? Sungguh aneh kalau kita kurang berbakti kepada orang tua tetapi tetap berharap anak kita berbakti kepada kita. Ini sama dengan berharap memanen padi, padahal kita tidak pernah menanamnya.
Namun, bagaimana bila kita belum menemukan “letak salahnya”?
Dalam kasus semacam ini, kita dianjurkan untuk bersabar. Jangan putus asa, apalagi emosional. Menghentikan kenakalan anak bukan dengan memarahi atau mengerasinya. Karena itu sama saja dengan menyiram api dengan bensin. Fatal, Sohib Solutif!
Mari kita kembali ke hadis hasan ini:
“Rida Allah tergantung pada rida orang tua. Dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.” (HR. al-Hakim)Selain bermakna anjuran untuk berbakti kepada orang tua, hadis ini juga memiliki rahasia lain. Apa itu? Yakni kiat untuk memutus siklus kenakalan anak kita! Perhatikan, Sohib Solutif:
- Anak yang baik memiliki siklus seperti ini: anaknya baik > orang tuanya rida > Allah rida > keluarga sakinah > anak semakin baik.
- Sementara, anak yang nakal memiliki siklus: anaknya nakal > orang tuanya tidak rida > Allah tidak rida > keluarga tidak bahagia > anak semakin nakal.
Memang berat, tetapi cepat atau lambat, siklus anak nakal akan terputus. Dan insyaallah menjadi begini: anak nakal > orang tua rida > Allah rida > keluarga sakinah > anak menjadi lebih baik.
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya ada di antara istri-istri dan anak-anak kalian yang menjadi musuh bagi diri kalian. Maka berhati-hatilah terhadap mereka. Bila kalian memaafkannya, maka ketahuilah, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Taghabun 64:14)Maka solusinya, Sohib Solutif, maafkanlah dan iklaskanlah kesalahan-kesalahannya pada masa lalu. Orang tualah kuncinya. Anda rida, Allah juga akan rida!
Tentu saja sambil terus berusaha untuk mengakrabi anak itu dan menasihatinya. Dengan begitu, insyaallah rentetan kenakalan anak kebanggaan kita akan terputus. Wallahu'alam bisshawab.
- Penulis: Karina