Pebisnis Ulung itu Bernama Muhammad - Islam Solutif

Pebisnis Ulung itu Bernama Muhammad

Pebisnis Ulung itu Bernama Muhammad


Bukan hanya tokoh agama, beliau juga kepala keluarga yang membanggakan bagi istri-istri dan anak-anaknya, panglima militer yang disegani, sekaligus pebisnis yang tangguh. Muhammad, namanya. Beliau adalah contoh nyata betapa agama, politik, dan ekonomi dapat berjalan seiring.

Namun, pembicaraan kita kali ini spesifik tentang Muhammad bin Abdullah sebagai sosok pengusaha. Tahukah Anda, Sohib Solutif, sembilan dari 10 pintu rezeki ada di jual-beli. Rasulullah telah membuktikannya, bahkan sebelum menerima wahyu pertamanya di Goa Hiro'.

Bagaimana cara Muhammad berbisnis? Produk-produk apa saja yang beliau jual waktu itu? Apa yang bisa kita sontek dari prinsip-prinsipnya? Mari kita simak, Sohib Solutif….

Ciri Bisnis Muhammad

Meskipun di kemudian hari didaulat sebagai kekasih Allah, usaha yang dirintis Muhammad tidak langsung berkembang dan besar. Namun modal utama beliau adalah semangat dan kerja keras. Beliau juga bermula dari status karyawan, sebelum menjadi pebisnis.

Kita tahu, Muhammad berdagang sejak umur 12 tahun, ini setelah sebelumnya beliau hanya menggembala kambing. Ketika itu, beliau menjadi asisten Abu Thalib, pamannya. Proses “magang” berikutnya diserahkan ke Khadijah binti Khuwalid, saudagar besar di Mekah yang kelak menjadi istri beliau.

Mendapat ilmu sedikit demi sedikit dari para mentornya, Muhammad akhirnya mengembangkan usahanya sendiri.

Beliau tipikal pebisnis yang memegang teguh kejujuran dan keterbukaan dalam aktivitas usahanya. Tidak mau ikut-ikut curang mengakali timbangan, meskipun sering melihat praktik-praktik semacam itu dilakukan senior-seniornya di pasar.

Ketika barang jualannya ada cacatnya, beliau akan tunjukkan di mana cacatnya. Harga kulak 100, beliau akan katakan 100. Keuntungan yang diambil pun diserahkan sepenuhnya pada pembeli, terserah mau memberi profit berapa. Namun beliau juga menyampaikan berapa biaya operasionalnya.

Muhammad juga selalu menepati janji (deliver the promise). Jika janji barang tiba Senin, beliau akan mengirimkan barangnya Senin. Lantaran sifat ini, beliau mendapat julukan al Amin (tepercaya).

Selain itu, Muhammad juga menolak keras praktik riba, transaksi yang tidak jelas atau tidak ada barangnya (gharar), yang bersifat untung-untungan (gambling), dan barang haram atau najis.

Setelah beliau menjadi rasul, sifat-sifat mulia dalam berbisnis ini diformalkan dalam ayat-ayat Alquran dan Hadis. Contohnya:
  • “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar dan timbanglah dengan timbangan yang benar.” (QS. Al Isra 17:35)
  • “Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain.” (HR. Muttafaq ‘alaih)
Terlihat seperti cara bisnis pemuda yang lugu dan mudah ditipu?

Jangan salah! Justru Muhammad, di zaman itu, sudah tahu benar bagaimana melakukan branding secara konsisten terhadap dirinya, supaya pembeli selalu merasa nyaman membeli darinya. Terbukti, dagangan-dagangan yang dititipkan ke beliau hampir selalu ludes terjual.

Soal strategi bisnis, Muhammad pun bukan anak kemarin sore. Pernah, para pedagang dari kaum Quraisy kompak ingin menjatuhkan bisnis beliau dengan banting-bantingan harga. Namun Muhammad dengan bijak menerapkan Hukum Supply & Demand.

Di kota itu, beliau yakin jumlah permintaan (demand) jauh lebih tinggi dari jumlah barang (supply). Makanya beliau bersabar. Dagangan beliau tidak dilirik warga, biarlah. Sabar saja. Toh, tak mungkin juga seterusnya begitu.

Ketika semua dagangan para kompetitor ludes, dagangan Muhammad yang harganya normal baru mendapat perhatian. Sehingga saat para pedagang pulang, banyak yang mengeluh rugi akibat terlalu banyak mengumbar diskon. Hanya Muhammad yang untung besar.

Lihatlah, Sohib Solutif, jujur dan apa adanya bukan selalu berarti lugu dan gampang dipermainkan, bukan?

Produk Apa yang Diperdagangkan Muhammad?

Barang dagangannya mungkin sederhana, yaitu alat-alat kebutuhan harian seperti pakaian, permadani, dan barang-barang rumah tangga non-sembako lainnya. Namun jalur perdagangannya bukan main-main. Yang dilakukan Muhammad sudah tergolong ekspor-impor.

Menurut buku The Noble Life of the Prophet, ketika musim panas, beliau pergi ke negeri Syam (sekarang Suriah) yang hawanya sejuk. Dari sini, beliau membawa barang-barang (seperti tekstil) untuk dijual di Mekah dan Yaman.

Saat musim dingin, beliau pergi ke selatan yang lebih panas. Di Yaman, konon ada juga barang-barang dari Nusantara, semacam kapur barus.

Pulang dari perjalanan dagang, para pedagang biasanya kulak sembako untuk kebutuhan berbulan-bulan ke depan atau dijual lagi secara eceran untuk penduduk Mekah.

Di Mekah sendiri tidak ada apa-apa, karena tempatnya gersang. Kalau sekarang, mungkin seperti Singapura yang maju, tetapi tidak menghasilkan apa-apa.

Menurut buku Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri, orang Mekah umumnya berjualan ke manca negara tiap semester, yakni pada musim panas dan musim dingin.

Mereka kebanyakan adalah reseller. Misalnya, tetangga Khadijah punya kerajinan gading, lalu dia titipkan kepada Khadijah untuk dijualkan oleh Muhammad (karyawannya). Profitnya nanti dibagi sesuai perjanjian.

Dan Muhammad pelan-pelan berhasil menjadi saudagar yang kaya dari kegiatan semacam ini.

Mari Meneladani Muhammad

Rasulullah SAW berbisnis hanya selama 28 tahun (usia 12-40 tahun). Namun usahanya sudah berskala internasional. Beliau pun bisa dibilang telah menjadi konglomerat.

Menjalani masa kerasulannya, Muhammad berhenti menjadi pedagang. Beliau berfokus pada dakwah, hingga akhirnya menjadi imam, jenderal perang yang disegani, dan pimpinan negara yang kesuksesannya diakui di seluruh dunia.

Sayangnya, Sohib Solutif, kita belum total dalam meneladani Muhammad Rasulullah. Yang diikuti biasanya urusan ibadah saja, sementara ilmu muamalat masih jarang diduplikasi dalam kehidupan kita.

Misalnya, umat Islam hari ini seperti tidak pernah merasa bersalah ketika memakan atau terlibat dalam skema riba. Bunga bank, kartu kredit, KPR, utang usaha, koperasi simpan-pinjam, dan sebagainya sering kita anggap lumrah. Padahal, Nabi Muhammad jelas-jelas memerangi hal-hal semacam ini.

Memerangi, lho, Sohib Solutif. Artinya, Allah dan rasul-Nya sangat membenci praktik riba ini. Kok masih berani-beraninya kita sentuh? Tidak takut berperang melawan Allah dan Nabi Muhammad?

Ayolah, selagi masih ada umur, kita teladani Rasulullah dari A-Z, termasuk dalam hal bisnis. Minimal, jangan lakukan apa yang beliau benci. Siap?

- Penulis: Brahmanto Abu Hanifa
Please write your comments